Senin, 17 November 2014

pengamatan daun



  Latar Belakang
Tumbuhan bukanlah hal asing lagi bagi kita semua, kita hidup membutuhkan tumbuh-tumbuhan, baik untuk dikonsumsi atau sebagai penyeimbang bumi, karena tanpa tumbuh-tumbuhan bumi ini akan sangat panas. Salah satu bagian dari tumbuhan adalah daun, dimana daun mampu berfotosintesis dan akan menghasilkan makanan sendiri bagi tumbuhan tersebut. Oleh karena itu sinar matahari sangat diperlukan dalam membantu proses fotosintesis. Selain itu diperlukan juga adanya klorofil, karbondioksida dan juga air (Iserep, 1993).
Daun merupakan alat yang penting bagi kelangsungan hidup tumbuhan, sebab disitu terjadi proses fotosintesis yang akan menghasilkan makanan bagi tumbuhan. Hasil fotosintesis akan didistribusikan ke seluruh organ untuk pertumbuhan dan perkembangan. Daun tidak seperti organ lain dari tumbuhan karena umumnya bersifat sementara. Untuk fotosintesis diperlukan sinar dan klorofil serta CO2 dan H2O sebagai bahan baku, dengan demikian posisi daun mempengaruhi strukturnya. Selain itu pengaruh lingkungan yang lain seperti ketersediaan air, adanya kadar garam yang tinggi dalam air disekitar tumbuhan juga berpengaruh terhadap struktur luar dan dalam dari daun (Savitri, 2008).
Baik dari segi morfologi maupun anatomi, daun merupakan organ yang amat beragam. Struktur jaringan pembuluh dalam tangkai dan tulang daun utama biasanya mirip dengan dalam batang. Ciri paling penting dalam daun adalah bahwa pertumbuhan apeksnya segera terhenti (Hidayat, 1995).
Dalam praktikum ini kita akan mengamati berbagai macam daun sehingga kita mampu mengamati dan mengidentifikasi tentang macam jaringan penyusun daun monokotil dan dikotil, membandingkan ciri-ciri khusus yang terdapat pada jaringan penyusun baik pada daun monokotil maupun pada daun dikotil, serta mengamati anatomi jaringan penyusun daun yang dihubungkan dengan adaptasi lingkungan tumbuhan.
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum kali ini adalah :
1.       Bagaimana mengamati dan mengidentifikasi macam jaringan penyusun daun monokotil?
2.      Bagaimana mengamati dan mengidentifikasi macam jaringan penyusun daun dikotil?
3.      Bagaimana membandingkan ciri-ciri khusus yang terdapat pada jaringan penyusun daun monokotil dan dikotil?
4.      Bagaimana mengamati anatomi jaringan penyusun daun yang dihubungkan dengan adaptasi lingkungan tumbuhan?

1.3  Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1.       Mengamati dan mengidentifikasi macam jaringan penyusun daun monokotil.
2.      Mengamati dan mengidentifikasi macam jaringan penyusun daun dikotil.
3.      Membandingkan ciri-ciri khusus yang terdapat pada jaringan penyusun daun monokotil dan dikotil.
4.      Mengamati anatomi jaringan penyusun daun yang dihubungkan dengan adaptasi lingkungan tumbuhan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daun
Istilah bagi seluruh daun pada tanaman adalah phyllom. Namun, dikenal juga istilah daun hijau, katafil, hipsofil, kotiledon (keping biji), profil dan lain-lain. Daun hijau berfungsi khusus untuk fotosintesis dan biasanya berbentuk pipih mendatar sehingga mudah memperoleh sinar matahari dan gas CO2. katafil adalah sisik pada tunas atau pada batang dibawah tanah dan berfungsi sebagai pelindung atau tempat penyimpan cadangan makanan. Daun pertama pada cabang lateral disebut prophyll, pada monokotil hanya ada satu helai prophyll, pada dikotil ada dua helai. Hipsofil berupa berbagai jenis brakte yang mengiringi bunga dan berfungsi sebagai pelindung. Kadang-kadang hipsofil berwarna cerah dan berfungsi serupa dengan mahkota bunga. Kotiledon merupakan daun pertama pada tumbuhan (Hidayat, 1995).
Daun merupakan alat yang penting bagi kelangsungan hidup tumbuhan, sebab disitu terjadi proses fotosintesis yang akan menghasilkan makanan bagi tumbuhan. Hasil fotosintesis akan didistribusikan ke seluruh organ untuk pertumbuhan dan perkembangan. Daun tidak seperti organ lain dari tumbuhan karena umumnya bersifat sementara. Untuk fotosintesis diperlukan sinar dan klorofil serta CO2 dan H2O sebagai bahan baku, dengan demikian posisi daun mempengaruhi strukturnya. Selain itu pengaruh lingkungan yang lain seperti ketersediaan air, adanya kadar garam yang tinggi dalam air disekitar tumbuhan juga berpengaruh terhadap struktur luar dan dalam dari daun (Savitri, 2008).
Daun terbagi menjadi daun tunggal dan daun majemuk. Pada daun majemuk terdapat sejumlah anak daun yang melekat pada tangkai dun atau panjangannya. Sumbu bersama itu disebut rakis. Jika anak daun muncul disisi lateral dari rakis, daun disebut majemuk bersirip, dan kalau semua anak daun muncul di ujung rakis yang amat pendek sehingga dapat dikatakan melekat di ujung tangkai daun bersama, maka daun seperti itu disebut daun majemuk menjari (Tjitrosoepomo, 1993).
2.2 Histologi Daun
Daun yang lengkap terdiri atas helai daun (lamina), tangkai daun (petiolus), dan pelepah daun (vagina). Bentuk dan ukuran daun berbiji sangat bervariasi. Seperti halnya batang dan akar, daun juga tersusun atas beberapa sistem jaringan yaitu jaringan pelindung, jaringan dasar yang menyusun mesofil daun, jaringan pengangkut (Savitri, 2008).
Seperti pada akar dan batang, daun terdiri dari sistem jaringan dermal, yakni jaringan epidermis, jaringan pembuluh dan jaringan dasar yang disebut mesofil. Karena daun biasanya tidak mengalami penebalan sekunder, epidermis bertahan sebagai sistem dermal, namun pada sisik tunas yang bertahan lama ada kemungkinan dibentuk periderm (Hidayat, 1995: 198).
2.2.1   Epidermis
Sifat terpenting daun adalah susunan selnya yang kompak dan adanya kutikula dan stomata. Stomata bisa ditemukan dikedua sisi daun (daun amfistomatik) atau hanya di satu sisi yakni disebelah atas atau adaksial (daun epistomatik) atau lebih sering disebelah bawah atau sisi abaksial (daun hipostomatik). Pada daun lebar yang terdapat di kelompok dikotil, letak stomata tersebar. Pada monokotil dan Gymnospermae, stomata sering tersusun dalam deretan memanjang yang sejajar dengan sumbu daun. Sel penutup pada stomata dapat berada ditempat yang sama tingginya, lebih tinggi atau lebih rendah dari epidermis (Hidayat, 1995).
          (Fahn, 1991)
  Gambar anatomi daun
Dinding sel epidermis mengalami penebalan yang tidak merata. Dinding sel yang menghadap keluar umumnya berdinding lebih tebal, dapat terdiri dari lignin, tetapi penebalan itu umumnya terdiri dari kutin. Penebalan kutin ini membentuk lapisan kutikula yang tipis atau tebal. Sel-sel epidermis daun tidak mengandung kloroplas kecuali pada sel penutup dan epidermis daun tumbuhan yang hidup tenggelam dalam air. Stomata berguna sebagai jalan pertukaran gas pada tumbuhan dan sebagai pengatur besarnya transpirasi (Savitri, 2008).
Epidermis daun terdapat dipermukaan atas disebut epidermis atas (epidermis adaksial atau epidermis ventral) maupun dipermukaan bawah disebut epidermis bawah (epidermis abaksial atau epidermis dorsal). Umumnya epidermis terdiri dari 1 lapis sel tetapi adapula yang terdiri dari beberapa lapis sel (epidermis ganda,multiple epidermis). Jumlah lapisan sel epidermis bagian atas biasanya lebih banyak daripada permukaan bawah. Jumlah epidermis bawah berlapis banyak maka akan terdapat ruang substomata yang besar antara sel penutup dengan jaringan mesofil (Iserep, 1993).
2.2.2   Mesofil
Mesofil merupakan lapisan jaringan dasar yang terletak antara epidermis atas dan epidermis bawah dan di antara berkas pengangkut. Mesofil dapat tersusun atas parenkim yang relatif homogen atau berdifferensiasi menjadi parenkim palisade (jaringan tiang), jaringan pagar dan parenkim sponsa (jaringan bunga karang). Sesuai dengan fungsinya parenkim mesofil merupakan daerah fotosintesis terutama karena mengandung kloroplas (Savitri, 2008).
Bagian utama helai daun adalah mesofil yang banyak mengandung kloroplas dan ruang antarsel. Mesofil dapat bersifat homogen atau terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan jaringan spons (jaringan bunga karang). Jaringan tiang lebih kompak daripada jaringan spons yang memiliki ruang antarsel yang luas. Jaringan tiang terdiri dari sejumlah sel yang memanjang tegak lurus terhadap pemukaan helai daun. Meskipun jaringan tiang nampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling terpisah sehingga udara dalam ruang antarsel tetap mencapai sisi panjang, kloroplas pada sitoplasma melekat di tepi dinding sel itu. Hal tersebut mengakibatkan proses fotosintesis dapat berlangsung efisien (Hidayat, 1995).
Parenkim palisade merupakan sel-sel yang bentuknya silindris, tersusun rapat berjajar seperti pagar. Daun yang memiliki parenkim palisade di lapisan atas atau parenkim spongiosa di lapisan bawahnya disebut daun dosiventral atau bifasial. Apabila parenkim palisade terdapat di kedua sisi atau tidak dijumpai parenkim palisade pada kedua sisinya disebut daun isobilateral atau isolateral atau unifasial. Parenkim sponsa tersusun atas sel-sel yang bentuknya bervariasi, umumnya tidak teratur, bercabang-cabang, berisi kloroplas dan tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk jaringan seperti bunga karang (sponsa) (Sutrian, 2004).
              Gambar jaringan palisade
            (fahn, 1991)
Jaringan spons terdiri dari sel bercabang yang teratur bentuknya. Hubungan antara sel dan sel lainnya terbatas pada ujung cabang itu. Dilihat dari hubungan antara sel-sel yang berdampingan maka jaringan spons memiliki kesinambungan horizontal yang sejajar dengan permukaan daun, sedangkan jaringan tiang sinambung hanya dalam arah tegak lurus terhadap permukaan (Fahn, 1991).
Menurut bentuknya parenkim dapat dibedakan sebagai berikut (Iserep, 1993) :
a)       Parenkim palisade adalah parenkim dengan bentuk sel panjang, tegak dan mangandung kloroplas. Contoh : mesofil daun.
b)      Parenkim bunga karang adalah parenkim dengan bentuk dan susunan selnya tidak teratur dan ruang antarsel relatif besar. Contoh : mesofil daun.
c)       Parenkim bintang adalah parenkim yang bentuknya seperti bintang, saling berhubungan di ujungnya sehingga banyak mempunyai ruang antarsel.
d)      Parenkim lipatan adalah parenkim yang dinding selnya mengalami pelipatan kearah dalam serta banyak mengandung kloroplas.
2.2.3   Sistem Jaringan Pengangkut
Pada daun terletak di dalam tulang daun beserta vena-venanya. Pada penampang melintang daun, berkas pengangkut ini terdiri dari 1 ikatan pembuluh, yang xylemnya terletak menghadap ke permukaan atas daun dan floemnya ke permukaan bawah daun. Pada tulang daun yang lebih kecil atau vena daun, berkas pengangkutnya dapat lebih sederhana dan kadang-kadang tidak sempurna terdiri atas xylem saja atau floem saja (Loveless, 1987).
Sistem jaringan pembuluh tersebar diseluruh helai daun dan dengan demikian menunjukkan adanya hubungan ruang yang erat dengan mesofil. Jaringan pembuluh membentuk sistem yang saling berkaitan, dan terletak dalam bidang median, sejajar dengan permukaan daun. Berkas pembuluh dalam daun biasanya disebut tulang daun dan sistemnya adalah sistem tulang daun (Hidayat, 1995).
Istilah sejajar bagi jalanya berkas pembuluh dalam sistem tulang sejajar hanyalah cara pendekatan saja, oleh karena itu di ujung dan pangkal daun semua berkas itu akan bertemu. Di antara berkas sejajar itu tampak cabang halus yang berpola jala dan menghubungkan semua berkas sejajar itu. Pola jala umumnya terdapat pada daun dikotil, sedangkan pola sejajar biasa ditemukan pada monokotil. Dalam pola berkas pembuluh percabangan akhir yang paling halus akan membatasi daerah mesofil kecil yang dinamakan areolus (Kimball, 1994).













4.2  Pembahasan
Praktikum kali ini adalah tentang daun dan jaringan penyusunnya baik pada daun monokotil dan daun dikotil. Sebelum kita melakukan praktikum ini kita harus mengetahui alat dan bahan yang akan di gunakan, bahan-bahan yang digunakan adalah daun kacang (Arachis hypogea), daun jagung (Zea mays), dan daun talas (Colocasia).
4.2.1  Daun kacang (Arachis hypogea)
Pada pengamatan daun kacang (Arachis hypogea) dapat terlihat epidermis atas, epidermis bawah, klorofil, stomata, trikoma berbentuk bintang, mesofil daun, jaringan spons (bunga karang) dan jaringan palisade (tiang).
Di bawah epidermis terdapat jaringan palisade, pada jaringan palisade tampak warna hijau karena pada jaringan ini terdapat banyak klorofil. Di bawah jaringan palisade terdapat jaringan pengangkut yang akan membawa hasil fotosintesis dari daun menuju keseluruh tubuh tumbuhan. Jaringan spons terdapat di bawah jaringan pengangkut dan di bawahnya terdapat epidermis bawah (Sutrian, 2004).
Jaringan epidermis pada daun mempunyai derivat berupa stomata. Stomata adalah berupa suatu pintu yang mempunyai dua sel penutup di kedua samping kanan dan kirinya. Stomata biasa berada pada bagian atas atau bawah daun. Stomata dapat berfungsi sebagai pintu masuk udara yang digunakan untuk fotosintesis dan udara yang dikeluarkan dari hasil fotosintesis. Stomata juga berfungsi dalam evaporasi untuk menjaga kestabilan air dalam tubuh tumbuhan (Hidayat, 1995).
Pada sekitar tulang daunnya, terdapat bagian yang menonjol, bagian yang menonjol ini adalah tulang daun yang berfungsi sebagai penopang helaian daun dan sebagai tempat jaringan angkut. Susunan anatomi jaringan daun setelah epidermis terdapat jaringan  mesofil daun yang tersusun atas jaringan palisade, jaringan spons dan jaringan pembuluh. Jaringan pembuluh tersusun atas floem dalam, xylem, kambium dan floem luar (Fahn, 1991).
4.2.2  Daun jagung (Zea mays)
Pada pengamatan daun jagung (Zea mays) dapat terlihat epidermis atas, epidermis bawah, klorofil, stomata, sel kipas, mesofil daun, jaringan spons (bunga karang), jaringan pembuluh dan jaringan palisade (tiang). Disini stomata, jaringan spons (bunga karang), jaringan palisade (tiang) dan jaringan pembuluh tidak tampak karena preparat yang di amati terlalu kecil.
Sistem jaringan pengangkut pada daun terletak didalam tulang daun beserta vena-venanya, pada penampang melintang daun, berkas pengangkut ini terdiri dari 1 ikatan pembuluh, yang xylemnya terletak menghadap ke permukaan atas daun dan floemnya ke permukaaan bawah daun (Savitri, 2008).
Jaringan setelah epidermis terdapat jaringan mesofil daun yang tersusun atas jaringan palisade (tiang), jaringan spons (bunga karang) dan jaringan pembuluh (xylem dan floem). Pada epidermis bawah daun terdapat sel-sel kipas. Sel-sel kipas terletak sejajar dengan permukaan epidermis luar, ukuran sel-sel kipas tidak sama panjangnya, karena itulah sel-sel ini disebut sel kipas seperti bentuknya yang menyerupai kipas. Jaringan epidermis pada daun monokotil sel-sel epidermis di lindungi oleh lapisan kutikula yang menyebabkan daun menjadi kaku, stomata sering tersusun dalam deretan memanjang yang sejajar dengan sumbu daun (Hidayat, 1995).)
Fungsi jaringan penyusun mesofil tidak lain secara besar untuk membantu proses fotosintesis. Sel-sel jaringan palisade terdapat banyak sekali kloroplas yang disebut sebagai warna fotosintesis. Rongga-rongga antara sel-sel jaringan palisade dan spons juga membantu memperlancar proses pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida. Hasil fotosintesis akan diedarkan oleh jaringan pengangkut yaitu floem sedangkan zat hara mineral untuk bahan fotosintesis dibawa oleh xylem dan semua saling bekerja sama (Loveless, 1987).

4.2.3    Daun talas (Colocasia)
Pada pengamatan daun talas (Colocasia) dapat terlihat epidermis atas, epidermis bawah, mesofil daun, jaringan palisade (tiang), jaringan spons (bunga karang), jaringan pembuluh, stomata, klorofil, dan trikoma.
Daun terdiri dari sistem jaringan dermal, yaitu diantaranya mesofil yang banyak mengandung kloroplas. Mesofil dapat bersifat homogen atau terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan jaringan spons (bunga karang). Jaringan tiang lebih kompak dari pada jaringan spons yang memiliki ruang antarsel yang luas. Jaringan tiang terdiri dari sejumlah sel yang memanjang tegak lurus terhadap permukaan helai daun (Hidayat, 1995).
Jaringan epidermis adalah jaringan paling luar dari daun dan berfungsi untuk pelindung jaringan dibawahnya juga sebagai tempat keluar masuknya udara dan evaporasi, karena pada epidermis mempunyai stomata yang merupakan derivat epidermis. Epidermis terlapisi oleh lapisan yang tipis dan bening. Lapisan ini adalah lapisan lilin yang menyebabkan epidermis tidak mudah kemasukan air. Dari fenomena ini sering kita lihat bahwa jika air mengenai daun talas maka air itu akan tetap  menggumpal dan tidak terserap oleh daun dan akhirnya akan jatuh. Lapisan lilin inilah yang menyebabkan daun talas seolah-olah anti air (Loveless, 1987).

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari praktikum tentang daun kali ini adalah sebagai berikut :
1.       Pada daun kacang (Arachis hypogea) dapat terlihat epidermis atas, epidermis bawah, klorofil, stomata, trikoma berbentuk bintang, mesofil daun, jaringan spons (bunga karang) dan jaringan palisade (tiang).
2.      Pada daun jagung (Zea mays) dapat terlihat epidermis atas, epidermis bawah, klorofil, stomata, sel kipas, mesofil daun, jaringan spons (bunga karang), jaringan pembuluh dan jaringan palisade (tiang). Disini stomata, jaringan spons (bunga karang), jaringan palisade (tiang) dan jaringan pembuluh tidak tampak karena preparat yang di amati terlalu kecil.
3.      Pada daun talas (Colocasia) dapat terlihat epidermis atas, epidermis bawah, mesofil daun, jaringan palisade (tiang), jaringan spons (bunga karang), jaringan pembuluh, stomata, klorofil, dan trikoma.
DAFTAR PUSTAKA
Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan Edisi KetigaYogyakarta : UGM Press
Hidayat, Estiti B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : ITB
Iserep, Sumardi. 1993. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Bandung : ITB
Kimball, John W. 1994. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. jakarta : Erlangga
Loveless A. R. 1987. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik Jilid I. Jakarta : PT Gramedia Utama
Savitri, sandi, Evika, MP. 2008. Petunjuk Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan (Anatomi Tumbuhan). Malang : UIN Press
Sutrian, Yayan Drs. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan TentangSel dan Jaringan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta :  UGM Press







uji benedict



Uji Benedict dan Uji Iodium
BAB I
UJI BENEDICT DAN IODIUM

A. Landasan Teori
1. Uji Benedict
Larutan Fehling dan larutan Benedict adalah varian dari larutan yang secara ensensial sama. Keduanya mengandung ion-ion tembaga (II) yang dikompleks dalam sebuah larutan basa. Larutan Benedict mengandung ion-ion tembaga (II) yang membentuk kompleks dengan ion-ion sitrat dalam larutan natrium karbonat. Lagi-lagi, pengompleksan ion-ion tembaga (II) dapat mencegah terbentuknya sebuah endapan – kali ini endapan tembaga (II) karbonat.
Larutan benedict dapat dibuat dengan cara mencampurkan 173 g natrium sitrat dan 100 g Na2CO3 anhidrat ke dalam 800 ml air, aduk, lalu saring. lalu ke dalamnya tambahkan 17,3 g tembaga sulfat yang telah dilarutkan dalam 100 ml H20. volume total dibuat menjadi 1 liter degan penambahan air. pereaksi benedict siap digunakan.
Larutan Fehling dan larutan Benedict digunakan dengan cara yang sama. Beberapa tetes aldehid atau keton ditambahkan ke dalam reagen, dan campurannya dipanaskan secara perlahan dalam sebuah penangas air panas selama beberapa menit.
Keton Tidak ada perubahan warna pada larutan biru.
Aldehid Larutan biru menghasilkan sebuah endapan merah gelap dari tembaga(I) oksida.
Aldehid mereduksi ion tembaga(II) menjadi tembaga(I) oksida. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai.
Persamaan untuk reaksi-reaksi ini selalu disederhanakan untuk menghindari keharusan menuliskan ion tartrat atau sitrat pada kompleks tembaga dalam rumus struktur. Persamaan setengah-reaksi untuk larutan Fehling dan larutan Benedict bisa dituliskan sebagai:

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi untuk oksidasi aldehid pada kondisi basa yakni

akan menghasilkan persamaan lengkap:

(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/sifat_senyawa_organik/aldehid_dan_keton/oksidasi_aldehid_dan_keton/)
Molekul maltosa atau glukosa yang terlihat dari hasil positif pada uji benedict yang terbukti dengan terbentuknya warna merah bata pada tabung reaksi yang telah dipanaskan. Maltosa yang diuji dengan benedict memberikan warna merah bata, sedangkan amilum yang diuji dengan iod akan memberikan kompleks warna biru-ungu. Warna merah bata yang terbentuk disebabkan oleh maltosa dan glukosa memiliki gugus aldehid yang bebas sehingga dapat mereduksi ion-ion tembaga (Cu) yang terdapat pada larutan benedict menjadi Cu2O yang berwarna merah bata.
(http://rismakafiles.wordpress.com/2009/03/15/dialisis/)
Pada prinsipnya baik fehling, tollens maupun benedict digunakan untuk mengetahui apakah suatu gula merupakan gula pereduksi atau bukan (mempunyai gugus aldehida bebas). Reaksi Benedict akan menyebabkan larutan yang berwarna biru akan berubah menjadi orange atau kuning. Untuk mengetahui gula pereduksi yang mempunyai sifat reduksi lebih kuat, reaksi Fehling lebih jelas perubahan warnanya.
(http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/bagaimana_prinsip_kerja_reaksi_fehling_tollens_dan_benedict/)

2. Uji Iodium
Laut merupakan sumber utama iodium. Di daerah pantai, air dan tanah banyak mengandung iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai cukup mengandung iodium(Sunita Almatsier,2004:264). Iodium digunakan untuk menguji apakah suatu makanan mengandung karbohidrat atau tidak. Amilum salah satu kabohidrat terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa yaitu amilosa (kirakira 20-28%) dan sisanya amilopektin.
Amilosa adalah dari 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Molekul amilo pektin lebih besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dinggin tapi apabila suspensi dalam air dipanaskan maka akan terjadi suatu karutan koloid yag kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang terbentuk senyawa. (Anna Poedjiadi, 1994).Bila makanan yang kita tetesi lugol menghitam, maka makanan tersebut mengandung karbohidrat. Semakin hitam berarti makanan tersebut banyak kandungan karbohidrat
Amilopektin dengan ioduim akan memberikan warna ungu dan menrah lembayunng. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amilase dirubah menjadi maltosa. (Anna Poedjiadi, 1994)
Larutan amilum yang ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah larutan iodin(lugol) warnanya menjadi biru kehitaman. Setelah larutan tersebut dipanaskan warnanya menjadi kuning agak bening dengan uap berwarna biru. Setelah didinginkan kembali, warna larutan tersebut kembali menjadi biru kehitaman. Ketika larutan tersebut ditambah dengan larutan NaOH, warna biru menjadi hilang berubah menjadi kuning agak jingga. Na yang bersifat alkalis dapat mengikat iodin sehingga warna biru kehitaman menjadi hilang.
(http://www.forumsains.com/biologi-smu/lugol-biuret-benedict-dan-fehling/)

B. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum uji benedict dan uji iodium ialah:
Alat Bahan
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung
3. Penjepit tabung reaksi
4. Baki
5. Pemanas spirtus/Bunsen
6. Lempeng Porselin
7. Pipet tetes 1. Larutan Benedict
2. Larutan iodium
3. Larutan karbohidrat, diantaranya:
a. Larutan Susu
b. Larutan sagu
c. Larutan tepung beras
d. Larutan tepung tapioka
e. Larutan madu
f. Larutan gula

C. Cara kerja
1. Uji Benedict
a. Tambahkan 1 ml benedict ke dalam 20 tetes (1 ml) larutan karbohidrat yang akan diuji
b. Campurkan dan panaskan di atas api spirtus selama 5 menit
c. Dinginkan dan amati perubahan warna
2. Uji Iodium
a. Tambahkan 1 ml iodium ke dalam 20 tetes (1 ml) larutan karbohidrat yang akan diuji pada lempeng porselin
b. Bandingkan warna yang diperoleh dengan larutan iodiumnya sendiri




D. Hasil Pengamatan
1. Uji Benedict
No Larutan karbohidrat Sebelum di panaskan Sesudah dipanaskan
1 Larutan Susu

Larutan susu menjadi hijau setelah dipanaskan
2. Larutan Sagu









Berubah menjadi biru dan tidak ada endapan
3. Larutan Tepung Beras
Berubah menjadi biru bening terdapat endapan agak kuning
4. Larutan Tepung Tapioka
Berubah menjadi biru kehijauan dan tidak ad endapan
5. Larutan Madu

Berubah menjadi merah bata
6 Larutan Gula
Berubah menjadi warna biru kecokelatan


2. Uji Iodium
No Larutan karbohidrat Sesudah ditetesi iodium
1 Larutan Susu
Warna kuning, endapan warna kuning
2. Larutan Sagu
Benung, endapan warna Biru kehitaman
3. Larutan Tepung Beras
Bening kekuningan, endapan Warna hitam
4. Larutan Tepung Tapioka
Warna bening kekuningan Endapan hijau tua
5. Larutan Madu
Warna kuning kehijauan endapan warna kuning tua
6 Larutan Gula
Warna kuning
E. Pembahasan
1. Pertanyaan
a. Tuliskan bahan makanan yang cepat bereaksi pada uji benedict?
b. Mengapa terjadi reaksi warna yang tidak bersamaan pada uji benedict?
c. Setelah pemanasan 5 menit adakah bahan yang tidak bereaksi pada uji benedict ?
d. Samakah warna yang terbentuk untuk masing-masing larutan yang diuji pada uji benedict? Bila tidak sama mengapa?
e. Mengapa pada uji iodium menghasilkan warna yang berbeda?

2. Jawaban
a. Bahan makanan yang cepat bereaksi adalah larutan madu dan larutan susu.
b. Takaran dalam larutan karbohidrat yang diujikan memiliki konsentrasi gula yang berbeda beda. Larutan yang memiliki konsentrasi gula yang sangat tinggi akan lebih cepat berekasi dan menghasilkan endapan warna merah bata yang pekat pula salah satunya dalam larutan madu. Sedangkan larutan yang memiliki konsentrasi gula yang rendah akan lebih lama beraksi dalam menghasilkan endapan warna merah batanya. Hal ini disebabkan prinsip kerja benedict akan menghasilkan warna merah bata pada larutan yang di dalamnya terkandung glukosa. Tinggi rendahnya glukosa yang terkandung akan mempengaruhi pada kecepatan reaksi kerja benedict.
c. Tidak ada bahan yang tidak bereaksi pada uji benedict. Alasannya karena dalam setiap larutan karbohidrat yang telah diujikan diatas memiliki gugus glukosa yang berbeda.
d. Tidak sama, karena endapan tersebut tergantung pada konsentrasi karbohidrat dari masing-masing larutan yang diuji tersebut. Jadi dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi gula dalam larutan semakin gelap pula warna endapan yang dihasilkannya.
e. Warna yang berbeda-beda ini dikarenakan kandungan amilosa yang terkandung dalam larutan. Larutan yang memiliki kandungan amilosa yang sangat banyak akan menghasilkan warna biru kehitaman. Hal ini sesuai dengan prinsip kerja iodium yang akan menghasilkan warna biru kehitaman apabila dalam larutan tersebut terkandung amilosa. Larutan yang memiliki kandungan glukosa yang sangat banyak akan menghasilkan warna yang lebih cerah yaitu warna merah bata.

F. Kesimpulan
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam uji benedict semakin tinggi konsentrasi gula dalam larutan semakin gelap pula warna endapan yang dihasilkannya.
Sedangkan dalam uji iodium akan menghasilkan warna biru kehitaman apabila dalam larutan tersebut terkandung amilosa.